
Arogansi itu mulai membawa petaka. Dari mengaku rotinya
hanya dikonsumsi kelas menangah atas, kini roti-roti tak laku di perkotaan
harus dijajakan di jalan-jalan. Menumpuk di rak-rak toko tak laku, lalu kembali
masuk gudang karena expired.
Promosi diskon harga hingga pasang papan reklame besar di
jalan-jalan. Namun sepertinya tak bisa menolong akibat kesombongan.
Inilah...
"THE STORY OF THE PRINCESS OF BREAD"

One upon a time in the east,
Pada suatu masa di negeri timur nan jauh, lahirlah seorang
putri yg terbuat dari gandum, Sari Roti namanya.
Putri Sarot yg telah istimewa sejak kelahirannya ini, tumbuh
menjadi putri manis mempesona.
Wajah halusnya berserat indah. Keelokan parasnya membuat
kain oles apapun yg terbuat dari strawberry, keju, krim lemak susu, maupun
kacang, melekat indah di sepanjang kulitnya yg berpori sempurna.
Tak hanya disukai kaum lelaki, kesederhanaan Putri Sarot yg
rela melangkah turun hingga ke pelosok2 negeri nan makmur itu, juga mampu
memikat ibu2 dan anak2 yang sebelumnya hanya bisa menelan sesendok demi
sesendok beras matang.
Bak bunga istana yg istimewa, Putri Sarot pun tumbuh cepat
bersama makin sejahteranya negeri yg dihuninya.
Tak seperti nasib putri2 lain yg kemampuannya terbatas,
Putri Sarot yg orang tuanya adalah pemilik Kerajaan Gandum, memiliki segala
fasilitas yg dibutuhkan oleh seorang putri raja.
Kerajaan yg tadinya hanya ada di Jababeka, tak perlu waktu
puluhan tahun telah merambah wilayah Semarang, Pasuruan, Cibitung dan Cikarang.
Bahkan wilayah2 baru pun ditaklukkan melalui perluasan pengaruh produksinya.
Putri Sarot menggotong mesin2 canggih dan meluaskan kerajaannya hingga ke kota
besar di Nusa2 lain di seberang lautan, Medan dan Makassar.
Pendeknya kepopuleran Putri Sarot telah mengalahkan pamor
para Putri Gandum lainnya.
Namun bak kisah pepatah lama, dimana kesombongan tupai yg
gemar melompat2 di pucuk pepohonan pun akhirnya jatuh, rupanya nasib sama juga
menghinggapi keluarga Putri Sarot.
Persis seperti kisah seekor tupai yg sembrono dan membuatnya
terjerembab, begitu juga nasib yg dialami Keluarga Putri Sarot.
Aahh... Kisah itu terlalu pedih untuk diceritakan oleh
keluarga Sang Putri....
Kejatuhan itu tak boleh luas diketahui, meski rakyat di
kerajaan itu telah paham apa yg terjadi.
Keluarga Putri Sarot memilih bungkam. Tapi usahanya kini yg
terengah-engah dalam menata kembali kerajaan dan menyelamatkan Putri mereka yg
sakit tak berdaya, telah diketahui dimana2.
Putri elok yg tadinya dimaui oleh rakyat jelata itu, kini
teronggok menumpuk di sudut-sudut kembara.
Sabtu dan Minggu yg biasanya ia ramah menyambangi rumah2
warga, kini mereka menutup rapat2 pintu rumahnya.
Satu dua sahabat putri masih ada yg mengundang ia bertandang
ke rumah mereka, tapi itupun setelah Keluarga Putri Sarot menawar2 kan dirinya
lebih murah, atau mengajak gratis si strawberry, pandan dan kacang untuk gratis
ikut bersamanya.
*Menulis sambil menikmati sepiring Cireng pedas, yg tak
berpori indah tapi renyah memikat lidah.
Dan hanya bisa menghela napas memandangi tumpukan kontainer
Putri Sarot yg teronggok sunyi.
Sesekali ada yg bertanya2 dengan sadis 'Apakah mereka semua
gratis'? Dan setelah dijawab bahwa hanya olesan selai yg gratis, maka meja
olesan itu kembali sepi.
Di sudut lain, tumpukan aneka jenis roti manis berpori indah
itu tertidur pulas di rak2 dingin yg menghuni pojok nan sepi.
0 Response to "Sari Roti: Arogansi itu Kini Membawa Petaka"
Posting Komentar